Posts

Showing posts from 2009

[Berakhir Pekan di Kiama] Pantai dan Pantai Lagi

Image
Kiama, kota kecil di sebelah selatan Sydney menjadi tujuan jalan-jalan kami mengawali liburan musim panas kali ini. (baca tiga cerita sebelumnya) Nggak komplet rasanya liburan musim panas tanpa basah-basahan di pantai. Sejak sampai Kiama, Anindya sudah ngebet pengen berenang di pantai. Sayangnya cuaca waktu itu agak mendung dan udara sejuknya masih terlalu dingin untuk main ke pantai. Tambahan lagi suhu air pantai yang masih sedingin es.  Di motel tempat kami menginap ada kolam renang kecil berair asin. Meski dingin, Anindya ngotot mengajak berenang. Saya tidak kuasa menolak ajakannya, menemani Anindya masuk kolam sambil menggigil. Untung renangnya nggak berlangsung lama. Kami langsung mandi air hangat begitu selesai. Saya pikir Anindya sudah puas dengan berenang di kolam. Ternyata sorenya dia masih ingin ke pantai. Ini setelah kami bosan bengong duduk memandang pantai dari jendela kamar sambil ngemil rope dan pretzel . Karena Nino masih nyenyak tidur siang, saya bawa anak-anak me

[Berakhir Pekan di Kiama] Burung Pelikan dan Mercusuar

Image
Kiama, kota kecil di sebelah selatan Sydney, merupakan pilihan kami berakhir pekan di awal liburan musim panas ini. (lihat cerita sebelumnya) Puas melihat-lihat pasar, kami meneruskan jalan-jalan ke Kiama Harbour. Kiama punya pelabuhan kecil untuk berlabuh kapal-kapal penangkap ikan, baik yang komersial maupun sekedar untuk hobi memancing. Masih dengan cuaca mendung dan angin dingin yang sejuk, kami menyusuri jalan di pinggir pelabuhan yang bersih. Mata kami menangkap beberapa burung pelikan berenang dengan anggun, menuju bibir pelabuhan tempat orang-orang bersiap dengan kamera sakunya. Seperti burung-burung lainnya, burung pelikan di sini tidak takut dengan manusia. Maklumlah, di sini tidak ada orang yang 'nekat' menembak atau menangkap burung. Mungkin orang sini akan ngeri kalau berkunjung ke Jogja atau Solo dan mendapati menu burung dara goreng di warung-warung. Asyik rasanya melihat burung-burung bebas berkeliaran di mana-mana. Di taman-taman kota biasanya ada burung dara

[Berakhir Pekan di Kiama] Pasar Minggu

Image
Mengawali liburan musim panas, kami sekeluarga mengunjungi Kiama, dua jam bermobil dari Sydney ke arah selatan. (lihat cerita sebelumnya) Kami menginap dua malam di motel. Motel Kiama Cove, tempat kami menginap, lokasinya lumayan strategis, dekat sekali dengan pusat kota, tinggal jalan ke pusat atraksi wisata di Kiama, dan lebih asyik lagi, pantai terdekat tepat di belakang motel kami. Sekilas dilihat dari luar, bangunan motel ini mirip kamar-kamar kos di Jogja. Memang bangunannya tidak begitu menarik, kamarnya juga seperti penginapan biasa. Tapi motel ini bersih, bisa muat dua anak dalam sekamar (dengan tambahan portable cot ), dan harganya relatif murah. Kami bayar $139 per malam termasuk sarapan pagi yang cukup untuk sekeluarga. Jangan dihitung dalam rupiah, jatuhnya tetap mahal. Harga segini jauh lebih murah daripada motel/hotel/ inn yang lain. Dari jendela kamar yang besar (dari atap sampai lantai) kami bisa memandang Surf Beach . Sayangnya di sebelah kiri ada bangunan jelek

[Berakhir Pekan di Kiama] Jamberoo Action Park

Image
Kiama adalah kota kecil sebelah selatan Sydney, bisa dicapai dengan dua jam naik mobil. Minggu lalu, mengawali liburan musim panas, kami sekeluarga jalan-jalan ke Kiama dan sekitarnya, bermobil dan menginap dua malam. Untuk menyenangkan anak-anak, kami singgah dulu ke Jamberoo Action Park, semacam waterbom di Bali atau Jakarta. Jamberoo bisa dicapai sekitar satu setengah jam naik mobil, melewati princess highway ke selatan Sydney. Pemandangan sepanjang perjalanan cukup lumayan, kami melewati hutan-hutan kecil dengan daun hijau, kuning dan coklat. Sampai di Albion Park kami masuk ke wilayah Jamberoo yang merupakan desa di perbukitan. Rumah-rumah penduduk dikelilingi oleh peternakan mereka. Tampak sapi-sapi gemuk merumput di padang, juga gulungan-gulungan jerami kering. Jarak antar satu rumah dengan rumah yang lain lumayan jauh, sekitar 500 meter atau lebih. Sekitar 15 menit melintasi desa Jamberoo, sampailah kami ke Jamberoo Action Park yang konon merupakan waterpark terbesar di NSW

Resep

I am a complete idiot on cooking . Ibu saya piawai memasak masakan super lezat. Sayangnya bakat itu tidak 'menurun' ke saya. Kok bisa ibunya pinter masak tapi anaknya gak bisa masak sama sekali? Entahlah. Seingat saya waktu kecil dulu saya juga sering disuruh membantu ibu di dapur. Tapi ibu tidak pernah sabar dengan hasil kerja saya yang lambat dan tidak sempurna. Asal tahu saja, ibu saya sangat cepat dan trengginas dalam bekerja, dengan hasil sempurna. Seringnya, bantuan saya malah menghambat kerja ibu, jadi saya sering diusir dari dapur.  Alhasil, saya tidak mewarisi ketrampilan memasak ibu. Tapi saya tidak bisa menyalahkan ibu yang terlalu pintar memasak. Nyatanya adik saya juga berbakat memasak. Dia lebih sukses menjadi apprentice ibu. Sepertinya, masalahnya memang ada pada diri saya sendiri. Tinggal di negeri orang memaksa saya memasak sendiri. Sehari-hari kami makan makanan Indonesia. Suami saya termasuk orang yang belum kenyang kalau belum makan nasi. Dulu saya sel

Penulis Kurang Gizi

Tinggal di Sydney membuat saya kekurangan suplai bacaan bergizi, terutama novel-novel Indonesia terbaru. Memang sih, di sini saya bisa membaca novel-novel berbahasa Inggris terbaru. Tinggal pinjam di perpus, gratis. Saya mudah mendapatkan novel Stephenie Meyer setelah Twilight, buku fairytale terbaru JK Rowling, novel Gossip Girl dan lanjutannya: IT Girl. Saya juga punya koleksi diary  Adrian Mole, Jodi Picoult dan Judy Blume. Saking banyaknya buku dan sedikitnya waktu, buku-buku dari perpus hanya numpang lewat saja di rak buku saya, mabuk pinjam dan dikembalikan lagi setelah tiga minggu. Bahkan saking kemaruknya saya pernah bawa pulang My Sister Keeper dari perpus, padahal saya sudah punya bukunya di rumah (hasil berburu dari Book Sale). Asyiknya, saya bisa 'belajar' bercerita dari novel-novel itu. Saya suka sekali gaya cerita Cecily von Ziegesar, penulis serial Gossip Girl (diterjemahkan nggak ya di Indo?). Ceritanya nakal sekali, tapi penulisnya pintar bertutur, membuat pemb

Barbie this arvo?

Seperti itulah kira-kira kalau teman Aussie anda mengajak barbekyuan nanti sore. Seperti orang Indonesia, Aussie juga suka membuat singkatan: barbekyu menjadi barbie , afternoon menjadi arvo . Akhiran -ie atau -y sering sekali digunakan untuk menyingkat. Mereka sendiri menyebut dirinya Aussie . Setiap pagi mereka makan brekky sambil ngobrolin tentang footy (australian rules football). Terus anak-anak kecil pergi ke kindie sementara anak yang sudah besar (atau malah Bapaknya) berangkat ke uni . Supermarket besar di sini nama resminya Woolworth, tapi orang-orang menyebutnya Woolie . Di sini anda bisa beli vegies , tapi tidak bisa membeli cossy (swimming costume). Ada lelucon di sini yang mengatakan agama mereka adalah mengambil sickie pada hari Senin. Sickie adalah waktu cuti/bolos kerja karena sakit atau pura-pura sakit. Sickie di hari Senin memang banyak pengikutnya, untuk memperpanjang akhir pekan. Bahkan setelah libur panjang Chrissie pun mereka banyak yang ngambil sickie. S

Koala vs Komodo

Orang Aussie fanatik sekali dengan hewan-hewan khasnya. Mereka punya Koala, Kanguru, Wombat, dan Buaya. Sementara kita juga punya hewan-hewan khas yang unik: Orang Utan, Anoa, Badak Bercula Satu, Cendrawasih dan Komodo. Sayangnya, apresiasi kita terhadap mereka hanya sebatas nama-nama yang harus kita hafal dari buku pelajaran sekolah. Anindya pertama kali melihat Komodo di Taronga Zoo, Sydney. Dia takjub melihat ' extra big lizard '. Lebih takjub lagi ketika dia tahu Komodo berasal dari Indonesia. " Wow, they're from Indonesia ," teriaknya dengan nada bangga ketika membaca keterangan di depan kandang komodo. Lebih lanjut saya jelaskan kalau di Indonesia ada pulau bernama pulau Komodo, tempat tinggal para komodo. Anindya lebih ber-wow lagi. Anindya juga beberapa kali melihat film dokumenter tentang orang utan. Orang sini (dan juga Anindya) melafalkannya 'Oreng Uten'. Saya jelaskan kalau nama orang utan itu berasal dari kata Orang yang tinggal di

Upacara Bendera

Di sekolah Anindya, upacara bendera digelar setiap hari Senin dan Jumat. Acaranya singkat dan efisien, tidak sampai 10 menit. Begitu bel berbunyi, anak-anak berlarian menuju halaman sekolah. Mereka membentuk barisan sesuai kelasnya. Tidak perlu lencang kanan-kiri, tapi lumayan rapi. Tiga menit kemudian bel kedua berbunyi. Para guru sudah siap di tempatnya, guru kelas di belakang barisan kelas masing-masing dan guru bidang studi berdiri di depan. Setelah bel kedua, kepala sekolah menghitung 1,2,3 dan anak-anak yang tadinya berdengung seperti kawanan tawon mendadak diam. Begitu juga dengan kumpulan orang tua di belakang mereka. Upacara siap dimulai. Satu wakil siswa menjadi pembawa acara. Satu siswa lain memegang tongkat berbendera. Lagu Advance Australia Fair dikumandangkan dari kaset. Anak-anak ikut bernyanyi dengan keras sementara para orang tua bergumam-gumam. Setelah lagu selesai, kepala sekolah memberikan pengumuman tentang kegiatan yang akan diadakan dalam minggu ini. Termasuk

Liburan Sekolah

Sekolah di sini enak, banyak liburnya. Enak untuk anak-anak (dan mungkin, guru), nggak begitu enak untuk orang tuanya. Kalender pendidikan dibagi menjadi empat term, sesuai musim. Masing-masing term hanya berlangsung sekitar 2,5 bulan. Tiap akhir term ada libur sekitar 15 hari. Libur musim panas lebih panjang lagi, sekitar 40 hari. Dimulai dari dua atau tiga hari menjelang natal sampai dengan awal Februari. Hari ini adalah hari terakhir liburan musim dingin. Besok Anindya sudah masuk sekolah lagi. Huah, betapa leganya saya. Minimal mulai besok saya tidak mendengar lagi kalimat, "I'm bored" yang diucapkan Anindya seperti dia menghela nafas. Susah sekali untuk entertain anak usia 7 tersebut. Memang ada beberapa hari yang dia saya antar ke rumah teman sebaya atau ada teman yang main ke rumah. Tetapi sesaat setelah mereka berpisah, belum juga si teman hilang dari pandangan, kalimat paten Anindya sudah terucap lagi. Saya menahan diri untuk tidak mengucap, "Me too. I'

Ponsel Gratis, Mau?

Saya bukan tipe orang yang mau keluar banyak uang untuk membeli ponsel mahal dan canggih. Tapi kalau diberi gratis, lain lagi ceritanya. Penyedia layanan jaringan di Australia biasanya menerapkan sistem paket pascabayar kepada pelanggan. Dengan kontrak 24 bulan, pelanggan bisa mendapatkan ponsel secara gratis. Penggunaan atau tagihan minimal bervariasi, mulai dari $19 per bulan. Sejak pertama datang kesini akhir bulan Februari yang lalu, Nino langsung kontrak dengan Three dan mendapat ponsel gratis LG viewty. Kemudian setelah saya datang, Nino berusaha mendapatkan ponsel untuk saya juga. Sayangnya, untuk penduduk musiman dengan visa pelajar, hanya diperbolehkan satu kontrak. Sementara saya juga tidak bisa mendaftar sendiri karena tidak berpenghasilan (huhuhu, padahal saya berpenghasilan loh, hanya saja dalam rupiah). Untungnya setelah lewat tiga bulan dan Nino berhasil membuktikan kalau dia orang baik-baik, pihak Three mengabulkan permohonan kontrak kedua. Artinya, ponsel baru untuk

Ada Apa Dengan Ayesha?

Image
Pada hari ulang tahun Ayesha yang pertama, Nino menyelamati saya karena telah sukses memberi ASI untuk Ayesha selama setahun penuh. Saya memberinya ASI eksklusif selama enam bulan pertama dan tetap memberi ASI tanpa campuran susu formula sampai sekarang. Tantangan membesarkan anak di sini terasa lebih berat karena tidak ada dukungan dari keluarga dan tidak ada pembantu, namun sisi baiknya adalah dukungan pemberian ASI jauh lebih baik daripada di Indonesia. Di sini, sejak lahir, Ayesha sudah langsung diberikan ke saya untuk disusui. Satu jam pertama, dalam balutan selimut, Ayesha sudah berusaha mencari sendiri puting susu ibunya. Selanjutnya, bayi tetap dirawat dalam satu ruang dengan ibunya. Perawat hanya sesekali datang kalau dibutuhkan, termasuk memberi tahu cara menyusui yang benar. Beda sekali dengan pengalaman saya melahirkan Anindya di Yogyakarta. Setelah melahirkan, setiap sore bayi Anindya dibawa oleh perawat dan baru dikembalikan esok paginya, begitu selama tiga hari s

Of Course You Can

"Of Course You Can," begitu semboyan dari Sydney Community College , lembaga kursus untuk masyarakat umum di Sydney. Lembaga ini melayani orang-orang dewasa yang ingin punya ketrampilan baru. Apa yang ada di benak Anda begitu mendengar kata kursus? Kalau saya, langsung ingat tetangga saya di Salam ( this is somewhere between Jogja and Magelang, sorry, you couldn't find it in the map ) yang membuka kursus menjahit, salon dan rias penganten. Di kota besar, kursus tentu lebih beragam lagi, dari kursus bahasa asing, komputer, main piano sampai menyetir mobil. Yang terakhir ini saya pernah ikut, dan jadi malu kalau ingat ^_^ Di katalog Sydney Community College, saya menemukan kursus yang lebih beragam (dan aneh-aneh) lagi, mencakup berbagai macam minat dari olahraga, seni, bahasa, gaya hidup, sampai bisnis. Saya tertarik dengan beberapa macam kursus yang ada di situ, mengingat biayanya jauh lebih murah daripada biaya sekolah beneran di Uni, lagipula jangka waktunya pendek dan

Ke Dokter

Syukurlah acara pergi ke dokter di sini enggak pakai was-was akan diperlakukan buruk, atau malah berakhir di penjara. Saya miris sekali membaca berita tentang Ibu Prita yang dipenjara gara-gara mengeluhkan buruknya layanan kesehatan yang diterimanya melalui surat elektronik pribadi. Saya tidak tahu apakah memang semua kejadian yang ditulis Ibu Prita benar, tapi tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Sangat mungkin keluhan dia benar mengingat kebiasaan kebanyakan orang Indonesia yang tidak protes kalau belum keterlaluan banget. Beda dengan orang sini yang sangat 'demanding'. Dokter-dokter yang ditulis Ibu Prita mungkin merasa sudah memperlakukan dia dengan baik. Mungkin sudah sesuai standar prosedur seperti biasanya. Tapi seperti apa sih standar pelayanan dokter di Indonesia? Apa mereka sudah mendengarkan pasien dengan baik? Apa mereka menjawab dan menjelaskan pertanyaan pasien? Apa mereka bersedia menjelaskan kegunaan obat yang diberikan? Apa mereka bersedia memberikan

Mengintip Sekolah Anindya

Image
Hari ini ada open house di sekolah Anindya (7 tahun), berikut pameran karya seni dan parents brunch . Acara open house semacam ini memberi kesempatan pada orang tua murid untuk melihat kegiatan belajar mengajar di kelas. Tentu saja kesempatan seperti ini tidak kami lewatkan. Sebelum mengintip ruang kelas, kami melihat-lihat pameran karya seni murid-murid Hampden Park Public School (HPPS). Setiap siswa menampilkan satu karya mereka, entah itu lukisan, kolase, sketsa, gambar atau karya seni rupa yang lain. Tiap kelas mempunyai tema tersendiri. Tema kelas Anindya adalah membuat lukisan vas bunga. Hasil kreativitas anak-anak usia SD ini sungguh mengagumkan. Mereka tidak takut untuk mengeluarkan ide mereka dalam bentuk karya. Beberapa kelas mengambil tema Picasso. Dari tema Picasso saya menjumpai karya sketsa dan kolase yang unik. Mungkin tema Picasso ini cocok untuk anak-anak karena mereka tidak terintimidasi untuk membuat lukisan atau karya yang "indah" dan "sempur

Oleh - Oleh Dari Sydney Writer's Festival

Image
Saya sudah pesan jauh-jauh hari ke Nino untuk menjaga anak-anak agar saya bisa ikut satu kelas Sydney Writer's Festival . Sebenarnya banyak sekali kelas yang bisa diikuti, mengingat festival ini menghadirkan ratusan penulis lokal dan internasional. Cakupan tema yang digulirkan juga luas, dari kepenulisan buku anak-anak dan remaja sampai kepenulisan tentang penduduk pribumi. Dari buku tentang musik, makanan, skenario, puisi, perjalanan sampai buku sejarah dan politik. Acara ini diadakan di Sydney Dance Company , semacam sekolah tari di Walsh Bay , sebelah jembatan Sydney yang terkenal itu. Tempatnya asyik, cocok untuk duduk-duduk minum kopi dan makan kue-kue sambil ngobrolin buku-buku terbaru. Di hari terakhir festival, saya berkesempatan mengikuti diskusi panel dengan tema: Don’t Tell the Teenagers: Young Adult Fiction That’s "Too Hard" for Young Adults . Pembicaranya adalah tiga orang penulis novel remaja kenamaan: Mal Peet (UK), MT Anderson (US) and Margo Lanagan

Temuan di Pinggir Jalan

Image
Orang sini biasanya meletakkan begitu saja barang-barang yang sudah tak terpakai lagi di depan rumah mereka. Kalau ada barang-barang yang ditaruh di luar pagar, berarti sudah milik umum, siapa saja boleh mengambil. Ketika kami pertama kali datang ke Sydney, kami sering sengaja jalan-jalan untuk 'memulung' barang-barang bekas. Banyak yang kondisinya masih bagus. Alhasil, apartemen kami waktu itu penuh dengan barang-barang temuan seperti rak DVD, meja lukis, boneka, bahkan kasur. Sekarang sih kami tidak begitu bernafsu untuk menjadi 'pemulung'. Maklum, sudah lebih tahu di mana bisa cari barang-barang bagus dengan harga murah. Tapi minggu kemarin saya melihat stroller bagus tergeletak begitu saja di pinggir jalan. Saya tidak tahan untuk tidak memungutnya (setelah tengok kanan kiri dan memastikan bahwa keadaan aman, hehehe). Masih bagus sekali, nyaris seperti baru. Stroller seperti ini kalau baru harganya sekitar $200 an. Saya sampai bingung menerka mengapa barang sebag

Baca Koran Pagi

Image
Dengan adanya teknologi e-paper, kami sekarang bisa baca Kompas cetak pagi-pagi, lebih dulu dari pelanggan di Indonesia. Asyiknya lagi, layanan ini gratis. Syaratnya tentu saja sambungan internet dengan kecepatan tinggi. Sambungan internet pita lebar kami saat ini mencapai 2.375 kpbs (barusan saya cek, mohon maaf kalau ada yang iri ^_^). Dengan kecepatan seperti itu dibutuhkan sekitar 30 detik untuk membuka setiap halaman koran. Sebelum ada e-paper, kami sudah lumayan puas mengintip berita tentang Indonesia di kanal-kanal berita online. Tapi, rasanya kok lebih mantap kalau membaca koran tradisional, halaman per halaman. Saya juga kangen membaca koran minggu dengan cerpen dan benny&mice -nya. Nino juga terpuaskan membaca opini dan mengkritik segala macam huru-hara politik. Sudah saya bilang agar dia memulai menulis blog, daripada hanya saya yang menjadi pendengar setia komentar-komentar cerdasnya, tapi ya, memang calon phD yang satu ini sibuk sekali . Saya tidak perlu kecewa

BBQ Party

Image
Karena cuaca sudah mulai dingin, memasuki winter , saya memprovokasi beberapa teman untuk mengadakan pesta barbekyu (gimana ya ejaan resmi dalam Bahasa Indonesia nya?). Memang musim dingin begini enaknya bakar-bakar. Minggu kemarin jadi juga kami serombongan bakar-bakar di Federal Park, Glebe. Orang Aussie suka sekali barbekyu-an. Mereka biasa menyingkat Barbecue menjadi Barbie . Bisa dikatakan masakan khas mereka adalah BBQ (mungkin lebih enak disingkat begini ya?). Dari pengalaman saya ikutan BBQ ala Aussie dan ala Indo, inilah beberapa catatan perbedaannya. 1. Peserta Bule biasanya lebih sedikit pesertanya, hanya 2-4 keluarga. Kecuali bule campur seperti Italia atau Yunani yang memang suka kumpul-kumpul. Bandingkan dengan orang Indo yang rasanya nggak seru kalau pesta cuma orang sedikit. Kalau perlu orang sekampung ikut semua. BBQ kami minggu lalu dihadiri 12 keluarga. 2. Lokasi Bule biasanya punya rumah dengan halaman belakang yang luas untuk pesta BBQ. Sementara pelajar

Mother's Day

Image
Di Australia, hari ibu diperingati setiap minggu kedua bulan Mei. Hari Minggu yang lalu, Anindya bangun pagi-pagi untuk memberi kejutan hari ibu untuk saya. Saya mendapat kartu di dalam piring kertas cantik dan magnetic note untuk ditempel di kulkas. Wah, cocok sekali dengan profesi saya sekarang sebagai penulis daftar belanja mingguan, hehehe. Anindya membuat kartu dan membeli hadiah ini di sekolah. Kartunya berbunyi seperti ini: " Dear Mum. Thak you for yor help. I want to have a caravan do you mum? I like what you treat me. I have a give for you in the box ." Soooo sweet I wanna cry. Oh, about the caravan, I'll tell you later . Di sini, perayaan hari ibu lebih personal. Setiap orang mengucapkan selamat hari ibu dan memberi hadiah kepada ibu masing-masing. Tradisi memberi hadiah kepada ibu di hari ibu ini seperti tradisi memberi hadiah natal. Bisa ditebak, toko-toko di Mal berlomba memberi diskon dan harga spesial untuk produk-produk wanita. Begitu juga toko bung

Nasi Goreng

D ulu saya tidak tahu kalau makanan khas Indonesia adalah nasi goreng. Saya baru 'ngeh' setelah tahu nasi goreng begitu populer di Sydney. Orang sini menyebut dan menuliskannya: Nasi Goreng, bukan fried rice . Mereka melafalkannya dengan 'go' yang panjang, menjadi nasi goooreng. Masakan khas Indonesia ini, selain menjadi menu wajib di warung Indonesia, juga menjadi menu sarapan pagi di kafe-kafe. Suatu ketika saya makan siang di Marrickville Post Cafe (hehe, gaya banget ya?). Saya deg-degan juga karena baru kali ini saya memberanikan diri makan di kafe. Sendirian dan hamil besar lagi. Biasanya saya ke kafe cuma beli kopi, itu aja kafe yang di pinggir jalan. Kafe-kafe di sini biasanya mempunya 2-3 menu pilihan untuk setiap jam makan. Saya lihat di daftar menu untuk hari ini, ternyata menu sarapannya adalah Special Nasi Goreng: fried rice with shredded chicken and spring onion, topped with fried egg . Batin saya, kalau cuma begitu mah saya bisa bikin sendiri di ruma

[Marrickville Library Book Sale] Borong Habis!

Image
Mata saya berbinar-binar dan jantung saya berdebar kencang begitu melihat spanduk 'Book Sale'. Marrickville Library Book Sale adalah event tahunan yang selalu kami tunggu-tunggu. Pasar buku seperti ini menjual buku-buku bekas yang tidak diinginkan oleh perpustakaan lagi. Tapi, buku bekas di sini masih bagus-bagus loh, dan tahun terbitnya juga banyak yang masih baru, bukan dari dekade yang lalu. Jangan dibayangkan buku-buku yang sudah menguning atau berdebu. Harganya super murah, bahkan kalau dibandingkan dengan buku-buku baru di Indonesia. Buku anak-anak, fiksi dan non-fiksi hanya 50 sen. Ini termasuk buku-buku ilmu pengetahuan serial Collins Eyewitness dan DK. Ada juga kamus bergambar, ensiklopedia dan tak ketinggalan serial Harry Potter. Buku-buku fiksi untuk dewasa dijual $1 dan buku non fiksinya masing-masing $2. Meskipun super murah, saya hanya membeli buku-buku must have dari pengarang favorit saja: Jodi Picoult, Candace Bushnell, Judy Blume, Enid Blyton, Sophie

Ngangkring di Mc Donald

Pengen makan di luar dengan dana pas-pas an? Datanglah ke Mc Donald. Di Indonesia, hanya orang yang berduit yang sanggup makan di Mc D. Rasanya keren bisa makan di restoran cepat saji itu. Tapi di sini, Mc D adalah restoran dengan harga makanan paling murah, yah, mungkin pamornya sejajar dengan angkringan di Jogja. Sepotong cheeseburger harganya 'hanya' $1.95, bisa dibeli dengan uang receh. Happy Meal favorit Anindya bisa dibeli seharga $4.25. Menu lengkap: burger, kentang goreng bertabur garam dan coke harganya di bawah $5. Soft Ice Cream-nya yang terkenal itu, hanya 80 sen. Memangnya berapa sih harga makanan yang lain? Di sini, makanan harganya rata-rata $6 - 7. Misalnya doner kebab, sepotong pizza, masakan cina (satu porsi nasi dengan 2 macam lauk), 1/4 ayam barbecue, sepiring salad, sepotong sandwich, atau burger beneran (artinya burger lain selain Mc D). Itu belum dengan minumnya loh. Sebotol air mineral 600 mL harganya $2, lebih mahal dari seliter bensin yang hanya $1,2

Televisi untuk Anindya

Saya dan Nino bukan penggemar televisi. Buktinya, sewaktu tinggal di Marrickville (2007 - 2008), hidup kami baik-baik saja dengan televisi ber-antena rusak. Tidak ada yang berniat memperbaiki atau membeli yang baru. Tapi kadang kami perlu televisi untuk hiburan bagi Anindya (7 tahun), yang cepat sekali bosan meskipun sudah punya nintendo wii, puluhan DVD dan seorang adik. Untungnya, di sini mudah menemukan siaran bermutu untuk anak-anak. Misalnya ABC, televisi pemerintah, mempunyai program ABC Kids yang tayang pagi, jam 6 - 10, dan sore jam 3 - 5.30. Program-program yang ada di sini antara lain Bananas in Pyjamas, Play School, The Wiggles Show, In The Night Garden (favorit Ayesha) dan Shaun The Sheep (favorit saya). Bagusnya, tayangan di ABC tanpa iklan sama sekali. Di luar jam tersebut biasanya Anindya tidak menonton TV. Atau, kalaupun menonton, harus program yang klasifikasinya G (general) atau PG (parental guidance). Tentu saja untuk program yang kedua, orang tuanya harus

Tetangga

Rekor baru: dalam dua minggu, saya sudah berkenalan dengan tetangga-tetangga satu apartemen. Lazimnya, orang sini tidak begitu peduli dengan tetangga sebelah. Masing-masing sibuk dengan urusan sendiri. Paling-paling saling tersenyum dan menyapa, " Hi, how are you ," kalau bertemu di depan pintu utama apartemen atau di tempat parkir mobil. Mungkin kalau ketemunya di tempat lain bakalan nggak tahu kalau orang ini tetangga satu apartemen. Dulu saya juga begitu. Ketika tinggal di Dulwich Hill, apartemen kami dibagi menjadi 12 unit. Saya hanya tahu satu orang yang tinggal di atas unit saya, karena dia mempunyai kucing yang kadang ikut masuk kalau saya buka pintu. Di Marrickville, kami tinggal bersama lima orang/keluarga lainnya. Saya lumayan mengenal tetangga sebelah unit persis, suami istri dari Yunani. Grumpy Old Man dan Grumpy Old Woman . Dari dalam apartemen, saya sering mendengar mereka bertengkar, dalam bahasa Yunani, sehingga saya nggak mengerti masalahnya apa. Tetangga