Posts

Showing posts from April, 2009

Tetangga

Rekor baru: dalam dua minggu, saya sudah berkenalan dengan tetangga-tetangga satu apartemen. Lazimnya, orang sini tidak begitu peduli dengan tetangga sebelah. Masing-masing sibuk dengan urusan sendiri. Paling-paling saling tersenyum dan menyapa, " Hi, how are you ," kalau bertemu di depan pintu utama apartemen atau di tempat parkir mobil. Mungkin kalau ketemunya di tempat lain bakalan nggak tahu kalau orang ini tetangga satu apartemen. Dulu saya juga begitu. Ketika tinggal di Dulwich Hill, apartemen kami dibagi menjadi 12 unit. Saya hanya tahu satu orang yang tinggal di atas unit saya, karena dia mempunyai kucing yang kadang ikut masuk kalau saya buka pintu. Di Marrickville, kami tinggal bersama lima orang/keluarga lainnya. Saya lumayan mengenal tetangga sebelah unit persis, suami istri dari Yunani. Grumpy Old Man dan Grumpy Old Woman . Dari dalam apartemen, saya sering mendengar mereka bertengkar, dalam bahasa Yunani, sehingga saya nggak mengerti masalahnya apa. Tetangga

Wisuda: Beneran vs Bohongan

Di Sydney University ada dua macam wisuda: yang beneran dan yang bohong-bohongan. Beruntung Nino bisa mengikuti wisuda yang beneran, asli. Biasanya, international student (siswa yang berasal dari luar Australia, baik yang mendapat beasiswa maupun yang bayar sendiri) langsung pulang kampung begitu studinya selesai. Padahal wisuda baru akan dilaksanakan kurang lebih 9 bulan (atau satu setengah semester setelah masa studi selesai. Karena itu, banyak dari mereka yang tidak dapat mengikuti wisuda (kecuali yang mampu beli tiket pp dari negara asal, khusus untuk menghadiri wisuda). Untuk mengobati kekecewaan para siswa yang tidak bisa mengikuiti wisuda, maka pihak Sydney Uni membuat semacam wisuda bohong-bohongan dengan istilah keren: homecoming seminar . Pada acara ini, para 'lulusan' boleh menyewa toga dan berfoto-foto bersama di Quadrangle (Gedung pusat Sydney Uni). Tak lupa, disediakan kue-kue dan minum-minum. Suami saya menyelesaikan studinya Agustus 2008. Selesai disini b

Blog Saya Menang Lomba? Masak Sih?

Tadinya saya iseng ikut lomba Blog Writing Competition yang diadakan oleh Garuda Lovers Community . Saya sudah posting tulisan ini sebelum saya tahu ada lomba tersebut. Makanya, begitu tahu ada lomba, saya ikutkan saja tulisannya, kebetulan temanya cocok banget. Tadi barusan di-email Mama, katanya dapat surat ( yes, snail mail ) dari Garuda (dikirim ke alamat rumah di Malang), blog-ku menang juara dua. Hadiahnya tiket Garuda Jakarta - Balikpapan pp. Sayangnya, tiket ini tidak bisa dialihkan atau dijual. Waduh, sama juga bohong ya. Masak saya harus balik dulu ke Jakarta untuk bisa menikmati gratisan ke Balikpapan. Lagian, ngapain ke sana? Coba kalau hadiah bisa dialihkan atau ditukar, kan tidak terbuang sia-sia. Terus, kok bisa menang ya? Saya sendiri juga heran. Padahal saya nulisnya nggak bagus-bagusin Garuda loh. Atau mungkin karena saya jujur dan apa adanya ya? Hehehe. Masih nggak percaya nih, secara saya belum melihat dengan mata kepala sendiri bahwa saya menang lomba. Barusa

Lakemba Library

Image
Asyik, akhirnya saya berhasil mendaftar sebagai anggota Lakemba Library . Seneng deh punya tempat main baru. Perpustakaan dijadiin tempat main? Nggak salah tuh? Jangan dibayangkan perpustakaan itu tempat yang dingin, lembab, penuh buku-buku tua berdebu dan dijaga oleh ' grumpy old woman '. Di sini, perpustakaan, meskipun tempatnya kecil (seluas minimarket Indomaret gitu deh), penuh dengan buku-buku baru, majalah glossy , koran dari berbagai bangsa, DVD, CD musik, internet gratis dan pojokan tempat main anak-anak. Gimana nggak asyik? Sejak pertama datang ke Lakemba, saya sudah berniat cepat-cepat mendaftar sebagai anggota perpustakaan. Syarat menjadi anggota sebenarnya gampang: 1. Photo ID (kartu identitas yang ada foto dirinya) dan 2. Proof of address (bukti kita tinggal di daerah situ). Untuk syarat pertama, saya bisa menggunakan paspor. Syarat kedua ini yang lumayan repot. Di sini, yang biasa digunakan sebagai bukti alamat adalah surat izin mengemudi (di sini nggak ad

Hampden Road Reserve

Image
Enaknya tinggal di Sydney, ada taman bermain di tiap RW-nya. Bukannya ada RW beneran, tapi di tiap blok perumahan pasti ada fasilitas tamannya. Asyiknya, taman-taman ini luas, bersih dan gratis. Ada bermacam-macam taman di sini, antara lain taman bermain (playground), taman untuk berolahraga (ada lapangan olahraganya dong...), taman untuk barbekyu, atau sekedar taman rumput doang. Taman bermain yang paling dekat dengan apartemen kami adalah Hampden Road Reserve, jaraknya 6 menit jalan. Luasnya kira-kira setengah lapangan sepak bola. Di tengah-tengah ada satu set permainan anak-anak: ayunan, perosotan dan anjut-anjutan. Di samping mainan anak-anak, ada satu bidang tanah lapang yang cocok untuk main bulu tangkis (cuman nggak ada tiang untuk net). Taman juga selalu dilengkapi bangku-bangku taman dan pancuran air untuk minum. Tiap sore, taman ini ramai sekali anak-anak bermain, maklumlah pemukiman padat anak. Kalau sudah ramai begini biasanya Anindya ogah bermain, mungkin malas harus menan

BLT

Ternyata pembagian BLT nggak cuma ada di Indonesia saja. Di Australia sini juga ada, istilahnya stimulus package . Pertama kali saya baca Kevin Rudd mau bagi-bagi uang tunai dari berita ini . Tapi waktu itu saya cuek-cuek saja, karena saya pikir nggak akan kebagian, lha wong saya di sini cuma numpang tinggal, bukan penduduk tetap ( permanent resident ) atau warga negara. Baru setelah saya cek rekening, kok ada tambahan handsome amount of money dari Kang ATO ( Australian Taxation Office ). Rupanya saya dan Nino termasuk golongan pekerja yang berhak mendapatkan BLT ala Aussie ini. Tahun kemarin saya memang sempat kerja di bidang ritel, menjadi supervisor supermarket. Uang pajak yang saya bayarkan tahun lalu inilah yang dikembalikan lagi ke saya. Jumlahnya lumayan. Kalau dihitung-hitung bisa beli beras setengah ton (ehem). Beda sama BLT di Indo yang mungkin cuma cukup untuk makan sepuluh hari. Apa sih sebenarnya tujuan pembagian uang ini? Saya nggak tahu kalau di Indonesia, tapi

Harness

Image
Siapa sih yang suka diikat-ikat? Orang (dan bayi) normal pasti enggak seneng kalau nggak bisa bebas bergerak. Begitu juga Ayesha. Di NSW, masalah keselamatan sangat diperhatikan. Makanya peraturan tentang safety benar-benar strict . Di mobil, semua penumpang wajib menggunakan sabuk pengaman, baik yang di depan maupun yang di belakang. Sementara untuk anak-anak, mulai dari bayi baru lahir sampai usia 6 tahun, wajib menggunakan kursi mobil khusus. Kursi ini didesain untuk menyesuaikan sabuk pengaman dengan ukuran tubuh anak-anak. Ketika pertama kali naik taksi dari bandara, kami menggunakan taksi khusus yang ada kursi bayinya. Ayesha (10 bulan) tidak suka duduk di kursi bayi dan menangis sepanjang perjalanan. Repotnya, saya tidak bisa menenangkannya dengan memangku atau menggendong. Di sini, rules are rules , daripada ditilang sama Ranger . Mungkin Ayesha merasa tidak nyaman karena di Indonesia terbiasa duduk dipangku, atau duduk sendiri atau malah berdiri sambil lihat pemandangan di b

Numpang Tanya

Image
Di Sydney dilarang tersesat. Di Indonesia sih gampang, kalau tersesat tinggal tanya penjual teh botol di pinggir jalan, atau tanya tukang tambal ban. Di sini, kalau nggak tahu jalan ya nggak bakalan bisa pulang. Kalau maksa nanya sama orang paling jawabannya, " Dunno Mate ." Itu sebabnya semua orang wajib memiliki peta jalan. Kalau ingin peta jalan yang komplit ya harus punya buku setebal buku telepon itu. Di sini, peta jalan diterbitkan dan diperbarui setiap tahun, jadi kalau ada pembangunan jalan atau fasilitas baru, langsung ketahuan di peta. Beda dengan peta jalan Surabaya terbitan Periplus tahun 2007 yang saya gunakan dulu. Nggak sama antara peta dan kenyataan. Kami pernah mencari alamat dengan menyusuri jalan di daerah Barata Jaya, eh, tiba-tiba jalannya menghilang, padahal di peta masih ada. Hem, salah strategi deh. Di Surabaya memang lebih manjur tanya tukang tambal ban daripada baca peta. Kalau males (atau nggak bisa) baca peta, bisa numpang tanya sama O

Ternyata Enak Juga Punya Mobil

Akhirnya kami tidak tahan untuk tidak beli mobil. Dua tahun pertama kami tinggal di Sydney, rasanya naik kendaraan umum oke-oke saja, murah dan bisa nyampai ke mana-mana. Waktu tinggal di Dulwich Hill dan Marrickville, ke pusat pertokoan, ke bus stop dan ke stasiun dekat banget, tinggal jalan 5 - 10 menit. Tapi di Lakemba? rasanya memang wajib beli mobil. Jarak ke stasiun dan pertokoan kecil-kecil memang 'hanya' 15 menit jalan, tapi rasanya jadi jauuuh sekali kalau misalnya malam-malam kami mendadak perlu beli sesuatu karena stok habis, seperti bawang putih, gula, atau tolak angin. Mau keluar rumah rasanya beraaat banget. Saya mending minum teh tanpa gula atau memasak tanpa bawang putih daripada harus jalan kaki (lagi) setengah jam. Nino mulai berburu mobil sejak dua minggu lalu di sini dan di sini . Kami mengincar sedan kecil atau hatchback dengan empat pintu biar anak-anak gampang keluar masuk. Akhirnya Nino mendapat best deal sedan Toyota Camry otomatis tahun 1997 s

Contrengan

Image
Sepertinya keren ya kalau ikut pemilu di Luar Negeri? Tadinya saya pikir begitu. Sudah siap-siap dengan kamera poket untuk berfoto-foto. Eh, ternyata batere-nya habis. Duh, batal bergaya deh. Nino dan saya mengikuti contrengan di Campsie, TPS terdekat dari tempat tinggal kami. Tempat yang dipakai contrengan ini adalah gedung serbaguna, mirip ballroom hotel, yang disewa oleh panitia pemilihan luar negeri. Lumayan keren juga TPS-nya, bebas becek (dan tentu saja bebas ojek, hehehe) karena lantainya berkarpet tebal. Bilik suaranya terbuat dari karton tebal (seperti karton bekas kulkas) yang dimodifikasi. Sederhana dan praktis, selesai acara tinggal dilipat dan bisa digunakan lagi di pilpres mendatang. Sebenarnya saya tidak terdaftar pada pemilihan kali ini. Ketika masa-masa pendaftaran dulu, saya masih berada di Surabaya (sementara saya ber-KTP Malang). Mungkin juga saya terdaftar di Malang, ah, tidak tahu persis. Tapi katanya memilih di sini tidak perlu ada dalam daftar pemilih,

Musuh Utama

Ketika di Indonesia, musuh utama saya adalah toilet umum. Di mana-mana kok nggak ada toilet umum yang bersih, wangi dan gratis. Kecuali di hotel berbintang kali ya... (jarang ke sana). Di Mal besar aja nggak begitu bersih, udah gitu bayar pula. Di bandara internasional, yaa lumayanlah, tapi masih di bawah standar saya. Di kereta? Duh, yang ini saya nggak berani komentar. Di Sydney, toilet umum nya rata-rata lebih bagus daripada toilet saya di apartemen. Bersih, kering, wangi, selalu ada tissuenya dan wastafel dengan sabun cuci tangan. Jadi saya tidak perlu was-was kalau bepergian, tidak perlu menahan-nahan segala. Musuh utama saya di sini adalah tangga stasiun. Perlu diketahui kalau stasiun kereta di sini tidak pernah selevel dengan jalan. Bisa di atas atau di bawah jalan raya, sehingga rel kereta tidak berpotongan langsung dengan jalan. Karena itu selalu ada tangga naik atau turun menuju platform stasiun. Di beberapa stasiun besar atau stasiun baru sudah tersedia fasilitas lift . T

Jalan Kaki

Tinggal di Sydney membuat saya jadi banyak jalan-jalan. Literally . Di sini memang nggak ada becak, ojek atau sepeda motor. Kemana-mana harus jalan kaki, kecuali kalau Anda punya mobil dan sanggup membayar biaya parkir yang mahal. Dulu, pertama kali datang ke Sydney, sempat lunglai juga harus jalan kaki ke mana-mana. Duh, bangun pagi kaki langsung pegel-pegel. Terlanjur hidup manja di Indonesia sih, belanja ke warung sebelah naik motor, nganterin anak sekolah naik mobil. Jalan-jalannya di Mal doang. Tapi ya maklum, siapa yang mau jalan kaki di Indonesia? Trotoarnya saja nggak ada. Kalaupun ada, sudah keburu diduduki sama pedagang kaki lima. Belum lagi bonus asap kendaraan dan debu jalanan. Sekarang sih saya sudah terbiasa jalan kaki. Kecepatan jalan saya juga sudah menyamai orang-orang sini (Bangladesh, Lebanon, hehehe...). Kalau Anda menanyakan jarak di sini, biasanya dijawab dengan berapa menit jalan atau berapa menit naik mobil. Misalnya apartemen saya yang jaraknya 15 jalan d

Hampden Park Public School

Image
Anindya (7 tahun) masuk sekolah lagi minggu ini, dimulai hari Senin yang lalu. Menurut aturan DET ( Department of Education and Training ) New South Wales , kami harus mendaftar di sekolah yang paling dekat dengan tempat tinggal. Ini kalau mau sekolah gratis di sekolah negeri loh. Kalau mau sekolah di swasta, silahkan pilih sekolahnya, jauh juga boleh, asal kuat bayarnya. Mengurus surat-surat untuk sekolah dasar di sini tidak terlalu sulit. Pertama, anak usia sekolah (5 - 15 tahun) harus mendapat surat konfirmasi pendaftaran dari DET. Komunikasi dengan DET bisa dilakukan via email (iyalah, hari gini...). Formulir pendaftaran juga bisa diunduh dari website DET . Surat konfirmasi pendaftaran ini adalah salah satu syarat untuk mendapatkan visa. Dulu kami mengurus surat ini ketika masih berada di Indonesia. Persyaratan lainnya adalah sudah membayar uang sekolah sebesar AUD 4500 untuk satu tahun. Ini untuk siswa internasional yang umum. Anindya bisa gratis karena Ayahnya adalah pemegan

Lakemba

Image
Lakemba adalah nama suburb di mana saya tinggal sekarang. Suburb itu apa ya? Semacam wilayah sebesar Kelurahan gitu lah. Letaknya sekitar 15 km sebelah barat daya pusat kota Sydney. Untuk menuju pusat kota, bisa naik kereta dala m waktu 30 menit. Tata kota di Sydney cukup bagus. Tiap suburb memiliki fasilitas umum dan pertokoan sendiri. Biasanya pusat pertokoan ada di dekat stasiun kereta, berdekatan dengan perpustakaan, kantor pos, bank, dan layanan kesehatan. Separuh penduduk Lakemba adalah imigran, yaitu orang-orang yang lahir di luar Australia. Imigran terbesar adalah dari Bangladesh, kemudian berturut-turut Lebanon, China, Vietnam, Pakistan, Yunani, India dan Indonesia. Jadi bisa dibayangkan seperti apa kalau saya jalan-jalan di downtown. Lebih banyak bertemu orang-orang Bangladesh daripada Bule, hehehe. Tinggal di Lakemba banyak enaknya juga. Karena sebagian besar penduduk di sini muslim, maka gampang sekali menemukan toko makanan dan restoran halal. Bahkan mungkin hampi