Tetangga
Rekor baru: dalam dua minggu, saya sudah berkenalan dengan tetangga-tetangga satu apartemen.
Lazimnya, orang sini tidak begitu peduli dengan tetangga sebelah. Masing-masing sibuk dengan urusan sendiri. Paling-paling saling tersenyum dan menyapa, "Hi, how are you," kalau bertemu di depan pintu utama apartemen atau di tempat parkir mobil. Mungkin kalau ketemunya di tempat lain bakalan nggak tahu kalau orang ini tetangga satu apartemen.
Dulu saya juga begitu. Ketika tinggal di Dulwich Hill, apartemen kami dibagi menjadi 12 unit. Saya hanya tahu satu orang yang tinggal di atas unit saya, karena dia mempunyai kucing yang kadang ikut masuk kalau saya buka pintu.
Di Marrickville, kami tinggal bersama lima orang/keluarga lainnya. Saya lumayan mengenal tetangga sebelah unit persis, suami istri dari Yunani. Grumpy Old Man dan Grumpy Old Woman. Dari dalam apartemen, saya sering mendengar mereka bertengkar, dalam bahasa Yunani, sehingga saya nggak mengerti masalahnya apa. Tetangga di depan unit saya keluarga dari Lebanon. Anaknya satu sekolah dengan Anindya, tapi saya jarang bicara dengan dia, meskipun kami selalu bareng mengantar anak ke sekolah yang sama. Masalahnya, saya jalan kaki sementara dia naik mobil, hehehe. Tetangga di atas unit saya, baru saya tahu belakangan adalah lelaki keturunan Cina-Malaysia. Dia tinggal seorang diri dan sering bersepeda di akhir pekan. Kami tinggal 1,5 tahun di Marrickville. Ketika kami berpamitan untuk kembali ke Indonesia, baru tetangga-tetangga itu 'ngeh' dan kaget. Mereka bilang kami tetangga yang baik, tidak suka bikin ribut. Hem, lovely thought.
Sejak akan kembali lagi ke Sydney, saya sudah bertekad untuk mengenal tetangga satu apartemen (untung cuma tiga). Saya yang berinisiatif berkenalan dengan mereka. Tetangga depan unit adalah dua orang pria Bangladesh. Nino yang berkenalan dengan mereka sekaligus minta tolong untuk membantu mengangkat kulkas (tuh kan, kenal tetangga memang ada gunanya). Tetangga yang lain adalah keluarga dari Lebanon. Mereka memiliki dua anak perempuan seusia Anindya, sayangnya beda sekolah. Saya sempat diajak ngopi dan makan snack di teras ketika berkenalan. Ternyata asyik juga.
Nah, tetangga yang terakhir ini yang lumayan susah diajak berkenalan. Orangnya nggak pernah keluar-keluar (setahu saya loh). Atau mungkin keluarnya malam ketika saya sudah tidur dan pagi ketika saya belum bangun? Yang saya tahu tetangga saya ini punya anak bayi (karena saya sering dengar tangisannya), dan anak usia dua tahun yang sering menyapa saya di balkoni rumahnya. Akhirnya kesempatan itu datang juga. Tetangga saya ini menampakkan diri ketika menyuruh masuk anaknya yang usia dua tahun itu. Saya ajak berkenalan. Dia orang Bangladesh juga. Bayinya baru berusia tiga bulan.
Misi saya hampir komplit. Tinggal berkunjung ke keluarga Indonesia yang tinggal dua rumah dari apartemen saya. Sudah telpon-telponan kok, tinggal menunggu hari yang tepat saja.
A.K.
Lazimnya, orang sini tidak begitu peduli dengan tetangga sebelah. Masing-masing sibuk dengan urusan sendiri. Paling-paling saling tersenyum dan menyapa, "Hi, how are you," kalau bertemu di depan pintu utama apartemen atau di tempat parkir mobil. Mungkin kalau ketemunya di tempat lain bakalan nggak tahu kalau orang ini tetangga satu apartemen.
Dulu saya juga begitu. Ketika tinggal di Dulwich Hill, apartemen kami dibagi menjadi 12 unit. Saya hanya tahu satu orang yang tinggal di atas unit saya, karena dia mempunyai kucing yang kadang ikut masuk kalau saya buka pintu.
Di Marrickville, kami tinggal bersama lima orang/keluarga lainnya. Saya lumayan mengenal tetangga sebelah unit persis, suami istri dari Yunani. Grumpy Old Man dan Grumpy Old Woman. Dari dalam apartemen, saya sering mendengar mereka bertengkar, dalam bahasa Yunani, sehingga saya nggak mengerti masalahnya apa. Tetangga di depan unit saya keluarga dari Lebanon. Anaknya satu sekolah dengan Anindya, tapi saya jarang bicara dengan dia, meskipun kami selalu bareng mengantar anak ke sekolah yang sama. Masalahnya, saya jalan kaki sementara dia naik mobil, hehehe. Tetangga di atas unit saya, baru saya tahu belakangan adalah lelaki keturunan Cina-Malaysia. Dia tinggal seorang diri dan sering bersepeda di akhir pekan. Kami tinggal 1,5 tahun di Marrickville. Ketika kami berpamitan untuk kembali ke Indonesia, baru tetangga-tetangga itu 'ngeh' dan kaget. Mereka bilang kami tetangga yang baik, tidak suka bikin ribut. Hem, lovely thought.
Sejak akan kembali lagi ke Sydney, saya sudah bertekad untuk mengenal tetangga satu apartemen (untung cuma tiga). Saya yang berinisiatif berkenalan dengan mereka. Tetangga depan unit adalah dua orang pria Bangladesh. Nino yang berkenalan dengan mereka sekaligus minta tolong untuk membantu mengangkat kulkas (tuh kan, kenal tetangga memang ada gunanya). Tetangga yang lain adalah keluarga dari Lebanon. Mereka memiliki dua anak perempuan seusia Anindya, sayangnya beda sekolah. Saya sempat diajak ngopi dan makan snack di teras ketika berkenalan. Ternyata asyik juga.
Nah, tetangga yang terakhir ini yang lumayan susah diajak berkenalan. Orangnya nggak pernah keluar-keluar (setahu saya loh). Atau mungkin keluarnya malam ketika saya sudah tidur dan pagi ketika saya belum bangun? Yang saya tahu tetangga saya ini punya anak bayi (karena saya sering dengar tangisannya), dan anak usia dua tahun yang sering menyapa saya di balkoni rumahnya. Akhirnya kesempatan itu datang juga. Tetangga saya ini menampakkan diri ketika menyuruh masuk anaknya yang usia dua tahun itu. Saya ajak berkenalan. Dia orang Bangladesh juga. Bayinya baru berusia tiga bulan.
Misi saya hampir komplit. Tinggal berkunjung ke keluarga Indonesia yang tinggal dua rumah dari apartemen saya. Sudah telpon-telponan kok, tinggal menunggu hari yang tepat saja.
A.K.
Comments
wah pasti dibilang sombong klo gak say hai ke tetangga.
kirim coklat ga? ^_