Upacara Bendera
Di sekolah Anindya, upacara bendera digelar setiap hari Senin dan Jumat. Acaranya singkat dan efisien, tidak sampai 10 menit.
Begitu bel berbunyi, anak-anak berlarian menuju halaman sekolah. Mereka membentuk barisan sesuai kelasnya. Tidak perlu lencang kanan-kiri, tapi lumayan rapi. Tiga menit kemudian bel kedua berbunyi. Para guru sudah siap di tempatnya, guru kelas di belakang barisan kelas masing-masing dan guru bidang studi berdiri di depan. Setelah bel kedua, kepala sekolah menghitung 1,2,3 dan anak-anak yang tadinya berdengung seperti kawanan tawon mendadak diam. Begitu juga dengan kumpulan orang tua di belakang mereka. Upacara siap dimulai.
Satu wakil siswa menjadi pembawa acara. Satu siswa lain memegang tongkat berbendera. Lagu Advance Australia Fair dikumandangkan dari kaset. Anak-anak ikut bernyanyi dengan keras sementara para orang tua bergumam-gumam. Setelah lagu selesai, kepala sekolah memberikan pengumuman tentang kegiatan yang akan diadakan dalam minggu ini. Termasuk juga berita untuk wali murid tentang isu terbaru, misalnya dalam minggu ini, cara-cara pencegahan swine flu. Selesai pengumuman dari kepala sekolah, biasanya ada pengumuman dari guru lain atau ada penghormatan kepada anak-anak yang berhasil menang lomba. Setelah itu anak-anak menuju kelas masing-masing, bergantian dengan tertib.
Saya jadi ingat upacara bendera di sekolah setiap hari Senin dan hari besar nasional yang lain. Yang saya ingat adalah lamanya dan panasnya. Saking capeknya berdiri, sampai lupa sebenarnya inti acaranya itu apa? Menanamkan kedisiplinan? Penghormatan kepada bendera dan pahlawan bangsa? Menumbuhkan rasa cinta kepada tanah air? Saya rasa untuk tujuan-tujuan tersebut tidak perlu dilakukan dengan cara-cara militer.
Saya cinta Indonesia. Dada saya berdebar ketika lagu Indonesia Raya dikumandangkan di Olimpiade. Saya ikut menangis ketika Susi Susanti mendapatkan emas pertama untuk Indonesia. Kaki saya gemetar ketika Indonesia gagal di adu penalti memperebutkan emas SEA Games, duluuuu sekali.
Menumbuhkan rasa cinta pada tanah air bisa dilakukan dengan mengenalkan prestasi Indonesia di tingkat dunia dan juga warisan budaya dan alam kita, yang sebenarnya dikagumi oleh masyarakat internasional. Sebut saja kita punya Komodo, Orang Utan, Borobudur, Batik, Cendrawasih, dan lain-lain. Sayangnya, rasa nasionalisme kita sering dinodai oleh ulah pemimpin dan wakil rakyat kita sendiri. Seperti ketika bangsa kita diserang oleh teroris, Presiden kita malah sibuk pidato tentang dirinya sendiri. Oh, please!
nanti, lebih banyak lagi,
A.K.
Begitu bel berbunyi, anak-anak berlarian menuju halaman sekolah. Mereka membentuk barisan sesuai kelasnya. Tidak perlu lencang kanan-kiri, tapi lumayan rapi. Tiga menit kemudian bel kedua berbunyi. Para guru sudah siap di tempatnya, guru kelas di belakang barisan kelas masing-masing dan guru bidang studi berdiri di depan. Setelah bel kedua, kepala sekolah menghitung 1,2,3 dan anak-anak yang tadinya berdengung seperti kawanan tawon mendadak diam. Begitu juga dengan kumpulan orang tua di belakang mereka. Upacara siap dimulai.
Satu wakil siswa menjadi pembawa acara. Satu siswa lain memegang tongkat berbendera. Lagu Advance Australia Fair dikumandangkan dari kaset. Anak-anak ikut bernyanyi dengan keras sementara para orang tua bergumam-gumam. Setelah lagu selesai, kepala sekolah memberikan pengumuman tentang kegiatan yang akan diadakan dalam minggu ini. Termasuk juga berita untuk wali murid tentang isu terbaru, misalnya dalam minggu ini, cara-cara pencegahan swine flu. Selesai pengumuman dari kepala sekolah, biasanya ada pengumuman dari guru lain atau ada penghormatan kepada anak-anak yang berhasil menang lomba. Setelah itu anak-anak menuju kelas masing-masing, bergantian dengan tertib.
Saya jadi ingat upacara bendera di sekolah setiap hari Senin dan hari besar nasional yang lain. Yang saya ingat adalah lamanya dan panasnya. Saking capeknya berdiri, sampai lupa sebenarnya inti acaranya itu apa? Menanamkan kedisiplinan? Penghormatan kepada bendera dan pahlawan bangsa? Menumbuhkan rasa cinta kepada tanah air? Saya rasa untuk tujuan-tujuan tersebut tidak perlu dilakukan dengan cara-cara militer.
Saya cinta Indonesia. Dada saya berdebar ketika lagu Indonesia Raya dikumandangkan di Olimpiade. Saya ikut menangis ketika Susi Susanti mendapatkan emas pertama untuk Indonesia. Kaki saya gemetar ketika Indonesia gagal di adu penalti memperebutkan emas SEA Games, duluuuu sekali.
Menumbuhkan rasa cinta pada tanah air bisa dilakukan dengan mengenalkan prestasi Indonesia di tingkat dunia dan juga warisan budaya dan alam kita, yang sebenarnya dikagumi oleh masyarakat internasional. Sebut saja kita punya Komodo, Orang Utan, Borobudur, Batik, Cendrawasih, dan lain-lain. Sayangnya, rasa nasionalisme kita sering dinodai oleh ulah pemimpin dan wakil rakyat kita sendiri. Seperti ketika bangsa kita diserang oleh teroris, Presiden kita malah sibuk pidato tentang dirinya sendiri. Oh, please!
nanti, lebih banyak lagi,
A.K.
Comments
yah, walaupun mungkin upacara berguna juga supaya kita tidak lupa semua lagu nasional (Indonesia Raya, Mengheningkan Cipta..) plus pembukaan UUD 45...
memang harusnya esensi upacaraitu ditelaah kembali, habis kayaknya sampe sekarang pun masih seperti itu di sini kondisinya.
Eh iya, itu presiden kita kenapa seh ya mesti kayak gtu kelakuannya, udah ngomongin dirinya sendir plus bukannya masyarakat tenang, malah meresahkan. bener2 ada2 aja deh.
How r u anyway?
*heran mode on*