My Friends My Dreams

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Teens
Author:Ken Terate
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2005

Inilah teenlit rasa orange juice: seger banget!
Enggak salah sih kalau teenlit ini dibilang seger banget. Ceritanya tentang tiga orang yang berbeda banget karakternya, yang kemudian sobatan:
1. Marcella: cewek cantik dari Jakarta, yang sebel karena harus pindah ke Jogja yang ‘ndeso’ banget.
2. Joy, yang memilih Jogja sebagai tempat pelariannya dari masalah perceraian ortunya.
3. Wening, cewek kuper dan penyakitan dari Gunung Kidul yang ke Jogja dengan sejuta impian.

Masing-masing punya impian, dan berusaha untuk meraih impian itu. Ceritanya khas remaja banget, ada adegan pajamas party, dekor kamar, make over, dll. Anything that you can read from girl’s magazines. Untung deh enggak ada adegan genk kakak-kakak kelas centil dan rese atau cowok super ganteng pindahan dari manaaaa gitu.

Yang unik dari teenlit ini adalah sudut pandang yang dipakai penulisnya. Ken menulis menggunakan point of view orang pertama: aku, tapi berpindah-pindah dari Marcy, Joy dan Wening. Perpindahan sudut pandang tiap bab tidak terlalu membingungkan pembaca karena Ken membuat nuansa berbeda untuk setiap tokohnya yang berbicara. Model penceritaan kayak ini punya kelebihan, bisa lebih dalam mengeksplorasi karakter tokoh dan mengungkapkan isi hati tokoh, tapi tetap bisa bercerita tentang tokoh utama yang lain. Ken, kamu pinter deh! Setiap ganti bab, pembaca malah bisa main tebak-tebakan: “Ini siapa yah yang lagi cerita?” Aku kurang enjoy membaca bab-bab awal karena emang harus mikir (main tebak-tebakan itu tadi), tapi lama-lama seru juga.

Satu lagi yang bikin aku terpesona adalah: Ken bisa bikin setting Jogja jadi cerita yang menarik dan mendobrak stereotype teenlit yang harus bersetting Jakarta dan ber-elo gue (Emang enggak ada yang mengharuskan sih, cuman sebelum novel ini, semua teenlit pake elo-gue. Mungkin karena penulisnya orang Jakarta semua ya?). Nah, novel ini bisa jadi contoh ‘novel bersetting daerah’ yang bagus.

Satu-satunya kelemahan novel ini (kalau boleh disebut kelemahan) adalah karakter tokoh-tokohnya yang dibuat ekstrim dan sengaja dipadukan agar jadi cerita yang seru. Wening dibikin ndeso banget, lemah dan sakit-sakitan. Joy dibikin super cuek dan Marcy dibikin miss Jakarta banget. Bisa nggak sih bikin cerita bagus tanpa karakter-karakter ekstrim yang ‘ditandingkan’? Ehm, mungkin jawabnya ada di Join The Gank, novel ketiganya. Eh, bentar-bentar, jangan2 pendapatku yang ini tadi, soal karakter ekstrim ini, terpengaruh sama sinetron MFMD yah? Hehehe, emang bener deh nasehat DO NOT JUDGE THE BOOK BY IT’S SINETRON. Beneran deh, mending baca bukunya, ngerasain langsung juicy-nya.

A.K.

Comments

Nurhadi Inc. said…
Hmm...asyik ulasannya. Cuman cover-nya kok gak di upload ya?

Popular posts from this blog

Lakemba Library

Kiriman Tak Sampai

Harness

Be Careful What You Wish For

Score!

Barbie this arvo?

SISTEM ZONASI SEKOLAH DI JERMAN: Pengalaman Lil A Masuk Gymnasium

Boxing Day

Satu, Dua, atau Tiga Kecupan?

Dewi Lestari dan Saya