[Tulisan panjang, dibaca normal 9 menit] Kemarin (3/12) hasil dari PISA (Programme for International Student Assesment) 2018 dirilis. Saya tidak ingin mengomentari ranking Indonesia seperti yang ditulis para wartawan *sigh. Tapi mari kita lihat hasil anak-anak kita di bidang literasi. Dari murid-murid usia 15 tahun yang disurvei PISA, hanya 30% yang memenuhi kompetensi minimal membaca. Tujuh puluh persen sisanya masih di bawah kompetensi minimal. Skor ‘membaca’ kita 371, turun 26 poin dibanding 3 tahun lalu (2015). Dari tahun 2000, skor membaca kita sempat naik, tapi hasil 2018 ini turun lagi, menjadi sama dengan skor delapan belas tahun yang lalu. Bagusnya, kali ini Mas Menteri mau mengakui hasil jeblok ini. “Penurunan signifikan dalam skor literasi membaca siswa kita ini tidak perlu ditutupi, tidak perlu dibungkus seolah tidak terlalu buruk. Kita harus akui dan lebih serius mencari solusinya. Bukan hanya guru, tapi juga orangtua.” Siap, Mas. Saya jadi merasa terpanggil. T...
Makan siang Diet Mayo hari pertama Beneran nih mau nyoba diet mayo? Sudah baca pengalaman saya di sini kan? Nggak usah takut, dietnya nggak nyiksa-nyiksa banget kok, seenggaknya buat saya. Menu diet mayo sudah ditentukan untuk 13 hari. Ada menu sampai hari ketujuh, lalu hari kedelapan menunya mengulang dari hari pertama. Kabar baiknya, menu diet mayo ini bisa diakali agar ada rasanya, asal tidak ditambahi garam. Bumbu-bumbu lain seperti bawang, bawang bombay, bawang merah, lada putih, lada hitam, cabe dan berbagai macam herba diperbolehkan. Tapi nggak boleh pakai kecap manis atau saus tomat botolan ya. Bahkan mentega pun boleh, asal yang tawar ( unsalted butter ). Untuk sarapannya gampang banget, biasanya secangkir kopi atau teh, dengan 1 sendok teh gula rendah kalori. Saya pakai gula Tropicana Slim. Di hari keempat ada tambahan 1 iris roti bakar. Saya pakai roti gandum utuh ( whole wheat bread ). Sarapan hari kelima agak susah, karena cuma 1 wortel besar mentah yang diparut da...
It's been 40 days since that heart stopping moment, but I can still recount it. Although we were alone here, no Mom, relatives and other "busy bodies", I felt super confident that I could do just right with my second pregnancy. I thought been there, done that. Besides, everyone (and the book) said that delivering the second child would be easier that the first one. Unfortunately, in my case, it wasn't that easy. I started having my real contraction early Friday morning. I thought the time has came. So I packed my bag and got ready to the hospital. I rang the hospital between my every-five-minute contraction, but the midwife said that I had to wait until I had the strong, painful one. I waited the whole day. I managed to eat, sleep and have shower between that. Nino stayed beside me and was very helpful. At 8 pm, I could wait no more. Nino rang the hospital and they let me come. We requested an ambulance. It sound dramatic, but it's only because we didn't own a...
Mata saya berbinar-binar dan jantung saya berdebar kencang begitu melihat spanduk 'Book Sale'. Marrickville Library Book Sale adalah event tahunan yang selalu kami tunggu-tunggu. Pasar buku seperti ini menjual buku-buku bekas yang tidak diinginkan oleh perpustakaan lagi. Tapi, buku bekas di sini masih bagus-bagus loh, dan tahun terbitnya juga banyak yang masih baru, bukan dari dekade yang lalu. Jangan dibayangkan buku-buku yang sudah menguning atau berdebu. Harganya super murah, bahkan kalau dibandingkan dengan buku-buku baru di Indonesia. Buku anak-anak, fiksi dan non-fiksi hanya 50 sen. Ini termasuk buku-buku ilmu pengetahuan serial Collins Eyewitness dan DK. Ada juga kamus bergambar, ensiklopedia dan tak ketinggalan serial Harry Potter. Buku-buku fiksi untuk dewasa dijual $1 dan buku non fiksinya masing-masing $2. Meskipun super murah, saya hanya membeli buku-buku must have dari pengarang favorit saja: Jodi Picoult, Candace Bushnell, Judy Blume, Enid Blyton, Sophie ...
Little A with her boots :) Itu komentar spontan orang-orang yang kaget melihat ukuran tubuh Little A yang mini, lebih kecil dari ukuran 'normal' teman sebayanya. Biasanya dilanjutkan dengan gumaman, "Kukira masih TK." Kalau mendengar yang seperti ini, saya nggak bisa menyembunyikan ekspresi takjub saya. Orang ini mikir nggak kalau ucapannya di depan anak saya langsung bisa menyakiti perasaannya. Little A sempat minder karena ukuran badannya yang kecil. Dia tambah se dih karena orang dewasa terang-terangan mengatakan kalau dia kecil. Ini salah satu reverse culture shock yang harus dia atasi, karena kebiasaan orang-orang di Sydney, apalagi yang belum kenal dekat, pasti hanya mengatakan hal-hal baik di depan anak. Misalnya memuji pilihan baju atau gaya rambutnya hari ini, atau bilang kalau wajahmu kelihatan cerah pagi ini. Little A pernah mengeluh kalau di sini orang jarang memuji, lebih sering mencela. Saya katakan padanya untuk menerima kenyataa...
Lakemba adalah nama suburb di mana saya tinggal sekarang. Suburb itu apa ya? Semacam wilayah sebesar Kelurahan gitu lah. Letaknya sekitar 15 km sebelah barat daya pusat kota Sydney. Untuk menuju pusat kota, bisa naik kereta dala m waktu 30 menit. Tata kota di Sydney cukup bagus. Tiap suburb memiliki fasilitas umum dan pertokoan sendiri. Biasanya pusat pertokoan ada di dekat stasiun kereta, berdekatan dengan perpustakaan, kantor pos, bank, dan layanan kesehatan. Separuh penduduk Lakemba adalah imigran, yaitu orang-orang yang lahir di luar Australia. Imigran terbesar adalah dari Bangladesh, kemudian berturut-turut Lebanon, China, Vietnam, Pakistan, Yunani, India dan Indonesia. Jadi bisa dibayangkan seperti apa kalau saya jalan-jalan di downtown. Lebih banyak bertemu orang-orang Bangladesh daripada Bule, hehehe. Tinggal di Lakemba banyak enaknya juga. Karena sebagian besar penduduk di sini muslim, maka gampang sekali menemukan toko makanan dan restoran halal. Bahkan mungkin hampi...
Orang sini biasanya meletakkan begitu saja barang-barang yang sudah tak terpakai lagi di depan rumah mereka. Kalau ada barang-barang yang ditaruh di luar pagar, berarti sudah milik umum, siapa saja boleh mengambil. Ketika kami pertama kali datang ke Sydney, kami sering sengaja jalan-jalan untuk 'memulung' barang-barang bekas. Banyak yang kondisinya masih bagus. Alhasil, apartemen kami waktu itu penuh dengan barang-barang temuan seperti rak DVD, meja lukis, boneka, bahkan kasur. Sekarang sih kami tidak begitu bernafsu untuk menjadi 'pemulung'. Maklum, sudah lebih tahu di mana bisa cari barang-barang bagus dengan harga murah. Tapi minggu kemarin saya melihat stroller bagus tergeletak begitu saja di pinggir jalan. Saya tidak tahan untuk tidak memungutnya (setelah tengok kanan kiri dan memastikan bahwa keadaan aman, hehehe). Masih bagus sekali, nyaris seperti baru. Stroller seperti ini kalau baru harganya sekitar $200 an. Saya sampai bingung menerka mengapa barang sebag...
Anindya (7 tahun) masuk sekolah lagi minggu ini, dimulai hari Senin yang lalu. Menurut aturan DET ( Department of Education and Training ) New South Wales , kami harus mendaftar di sekolah yang paling dekat dengan tempat tinggal. Ini kalau mau sekolah gratis di sekolah negeri loh. Kalau mau sekolah di swasta, silahkan pilih sekolahnya, jauh juga boleh, asal kuat bayarnya. Mengurus surat-surat untuk sekolah dasar di sini tidak terlalu sulit. Pertama, anak usia sekolah (5 - 15 tahun) harus mendapat surat konfirmasi pendaftaran dari DET. Komunikasi dengan DET bisa dilakukan via email (iyalah, hari gini...). Formulir pendaftaran juga bisa diunduh dari website DET . Surat konfirmasi pendaftaran ini adalah salah satu syarat untuk mendapatkan visa. Dulu kami mengurus surat ini ketika masih berada di Indonesia. Persyaratan lainnya adalah sudah membayar uang sekolah sebesar AUD 4500 untuk satu tahun. Ini untuk siswa internasional yang umum. Anindya bisa gratis karena Ayahnya adalah pemegan...
Rumah-tepatnya apartemen-kami, ada di suburb, sekitar 5 km sebelah barat kampus Nino (Sydney Uni) dan 30 menit dari kota(pakai mobil, bukan jalan kaki). Daerah ini, Dulwich Hill, banyak dihuni orang-orang Yunani. Selain itu, banyak juga orang-orang Vietnam, China (yep, they are everywhere), Libanon, Turki, Portugis. Pertama jalan-jalan di daerah ini, kami sama sekali nggak lihat ada bule. Nino bilang, "Tinggal di sini kayak tinggal di Denpasar aja. Orang-orangnya mirip orang Asia juga, kalau beruntung, baru bisa ketemu bule, hehehe." Untuk pergi ke kampus, kami naik bus. Dari rumah, jalan sekitar 7 menit (udah dengan Didi) ke bus stop. Bis di Sydney cukup nyaman, tapi emang mahal. Untuk ke kampus, aku harus bayar $2.8 sekali jalan. Biar lebih hemat, aku bisa beli travel ten, tiket bis untuk 10 kali pakai. Biar lebih hemat lagi, ya nggak usah pergi2, hehehe. Sementara Nino dapat consession(diskon) karena dia student, separuh harga. Didi masih gratis naik bisnya (thanks God). M...
Comments
kapan yach, wajahku nongol diharian umum kotaku.
=D
*suatu saat dech..itu pasti..asal bukan harian kriminal. halah...!!
yg jelas dunk mal,,,