Sabtu kemaren, Nino meminjami aku Catatan Seorang Demonstran-nya Soe Hok Gie (dia pinjem dari Tante Ria). Whoa, kebeneran banget. Aku lagi gak punya bacaan (setelah selesai membaca Harpot, bacaanku cuma Kompas, Reader Digest dan majalah wanita ‘enggak penting’). Membaca diary Gie membawaku membuat my own film about him. Bukan ngebayangin Nico di film-nya Riri. Aku bisa menangkap jiwa Gie dari tulisan2nya, kegelisahannya, kesendiriannya dan semangatnya.
Hem, tentang buku ini diterusin ntar aja, di posting berikutnya, kalok aku udah selesai bacanya. Karena baca Gie, aku jadi punya bahan diskusi dengan Nino. Malam minggu itu kami menghabiskan malam di de Juice bar Matos, jaga stand. Nino sendiri sudah baca CSD Gie sejak dia SMA (bayangin aja, waktu aku SMA, bacaanku cuma HAI). Dia juga sudah baca diary-nya Ahmad Wahib, sejak dia SMA. Ahmad Wahib itu seangkatan Hok Gie juga. Dia mahasiswa angkatan 70-an gitu, punya pemikiran kritis dan mati muda (dengan cara yang konyol: ditabrak pengend...
Comments