Naik Garuda

Entah kenapa Anindya (7 tahun) ngotot meminta kami naik Garuda untuk terbang ke Sydney. Tentu saja bukan karena nasionalisme. Kalau saya sih punya paham 'ngiritisme' alias naik apa saja asal murah (untuk penerbangan luar negeri-nya loh. untuk dalam negeri saya kok ngeri kalau naik yang murah-murah, takut 'terpeleset'). Selidik punya selidik, ternyata Anindya ingin punya mainan dari Garuda. Dulu, enam bulan lalu, ketika kami terbang dari Sydney, mainan Anindya tertinggal di pesawat, dan dia sedih sekali. Untungnya tiket Garuda tidak terlalu mahal. Coba kalau Anindya ngotot naik Singapore Airlines, bisa bangkrut saya.

Tiket Jogja - Denpasar - Sydney sekali jalan untuk dewasa US$ 369, anak US$ 295 dan bayi US$ 229. Total US$ 893. Dengan kurs 1 US$ = Rp 12.170, harga segitu memaksa saya menguras tabungan. Bandingkan dengan harga tiket sekali jalan Nino yang naik Jetstar dari Denpasar ke Sydney, dengan 'bonus' mampir di Darwin, sebesar US$ 286, atau tiket ortu kami yang naik Malaysian Airline dari Surabaya - Kuala Lumpur - Sydney yang hanya US$ 249. Itu saja Garuda sudah sale loh.

Naik Garuda lumayan menyenangkan kok. Dari cek in di Jogja sampai mendarat di Sydney, petugas-petugas nya lumayan helpful. Mungkin kasihan juga ya lihat ibu-ibu bawa dua anak dan tiga koper besar. Untung di Indonesia ada yang namanya porter alias kuli angkut. Di Jogja, saya langsung sewa porter yang membantu sampai cek in. Bagasi langsung diterbangkan ke Sydney, jadi saya tidak perlu mengurus bagasi lagi di Denpasar. Enaknya di Indonesia, kita tidak disangka teroris, jadi tidak terkena random check. Mungkin hanya di negara sendiri bangsa kita ini tidak dicurigai. Pemeriksaan di bandara Jogja dan Denpasar waja-wajar saja. Bandingkan dengan pemeriksaan tahun 2006, di Denpasar, pemeriksaan berlapis-lapis sampai pemeriksaan badan segala. Bahkan boneka Anindya (ketika itu 4 tahun) ikut dijungkir balik dan dicek isinya.

Penerbangan Jogja - Denpasar hanya memakan waktu satu jam. Karena kami naik pesawat kecil, Boeing 737, tidak tersedia basinet untuk bayi. Untung cuma sebentar. Penerbangan Denpasar - Sydney membutuhkan waktu enam jam, selama waktu tempuh Surabaya - Jogja naik kereta Sancaka, hehehe. Terbang dengan pesawat besar, Airbus 330 terasa lebih nyaman. Kami mendapat tempat duduk di depan sendiri (maksudnya kelas ekonomi paling depan), dan ada basinet untuk Ayesha (9 bulan). Kami take off tengah malam waktu setempat. Selama penerbangan, anak-anak tidur. Ayesha hanya menangis dua kali minta ASI. Satu jam pertama terbang, kami mendapat jus apel dingin dan sandwich dingin. Oh, ini masih mending daripada Nino yang harus membeli teh hangat di JetStar. Satu setengah jam sebelum mendarat, sekitar jam 7 pagi waktu setempat, kami diberi hidangan sarapan pagi lengkap. Pilihannya adalah nasi kuning atau omelet. Tentu saja saya pilih nasi kuning. Omelet itu apa sih? Memang bisa kenyang makan omelet? Hehehe. Jadwal sarapan Garuda ini lebih manusiawi daripada ketika saya naik Qantas tiga tahun yang lalu. Mereka membangunkan kami tengah malam untuk menikmati dinner. Menunya juga cuma ikan atau domba, ditambah sedikit sawi rebus. Sama sekali nggak tasty apalagi yummy. Nasi kuning Garuda yaa, bolehlah. Warnanya kuning (ya iya laaah), ada potongan kentang kecil-kecil dan potongan mungkin daging ayam mungkin hati ayam, who knows. Saya makan menu sarapan lengkap, tanpa saya tahu mana untuk pembuka, hidangan utama dan penutup (who cares?). Ada nasi kuning dan potongan-apa-itu-tadi, roti bulat dengan mentega New Zealand (mungkin ini maksudnya dimakan dengan omelet?), tiga potong buah (pepaya, semangka, melon), yoghurt dan orange juice. Saya makan seperti orang kelaparan (memang iya sih). Semua saya gelontor dengan teh panas manis. Hanya setelah itu saya tahu menu anak-anak untuk Anindya (yang dia menolak memakannya) ternyata lebih yummy: spagheti bolognaise, mash potatoes, susu coklat ultra dan puding. Saya relakan itu semua karena kami akan segera mendarat.

Kami mendarat di King Smith International Airport Sydney lebih awal 30 menit dari jadwal. Alhamdulillah penerbangan lancar. Kami segera menyusuri lorong-lorong menuju custom alias cukai dengan perasaan super gembira.

A.K.

Comments

FeTry Z AchMad said…
Wah keren,mbak!! Perjalan dg 2 anak,tanpa asisten!
ade kumalasari said…
wah, kalau ketambahan asisten bisa tambah bangkrut dong bayarnya, hehehe. alhamdulillah anak-anak nggak rewel, baik hati sama Mamanya. mungkin karena di rumah juga sudah terbiasa mandiri tanpa asisten.
FeTry Z AchMad said…
Hihhi..iya yah..
Sip..
salam kenal dari ambu & bintang di bogor :-)
Yunisa - said…
I think Garuda food tastes better than Qantas, seriously...
ade kumalasari said…
no doubt about it
ya lumayan,, enak kok berGaruda
ade kumalasari said…
bener, lagian lebih murah dibanding naik Qantas yang makanannya nggak begitu enak.

Popular posts from this blog

SISTEM ZONASI SEKOLAH DI JERMAN: Pengalaman Lil A Masuk Gymnasium

Resep Diet Mayo 13 Hari

Berbunga-bunga Karena Bunga: Catatan Dua Puluh Tahun Bersama

One dollar a week to reduce greenhouse gases

MOTHER MONSTER

BODY SHAMING

Inspirasi Dapur Mungil Fungsional

AYAH HADIR

Proyek Beres-Beres Isi Lemari: Capsule Wardrobe Inspiration

MENJADI IBU YANG TIDAK SEMPURNA