BELAJAR MEMBUAT KEPUTUSAN



Minggu depan Nino bakalan dines ke LN seminggu. Mumpung cuma bertiga di rumah, aku nawarin Big A buat mengambil alih dapur. Kalau nggak ada Nino kan menu makannya gak harus nasi setiap hari, hehehe. Jadi rencananya, aku kasih Big A uang buat belanja seminggu. Dia yang akan ngecakke. Big yang bikin menu, belanja bahan, dan memasak. Aku hanya akan membantu, manut nantinya disuruh bantu bagian mananya. Aku nggak akan protes apapun yang akan dia putuskan.
Penting banget untuk melatih anak membuat keputusan sendiri. Nantinya, mereka akan membuat keputusan-keputusan penting dalam hidup: memilih jurusan, memilih jodoh, beli rumah, memilih presiden, dll. Kalau tidak pernah latihan membuat keputusan kecil, nanti bakalan kerepotan membuat keputusan yang risikonya besar. Salah jurusan, anyone? *ngacung
Jadi mending kita kasih anak-anak kesempatan untuk salah di keputusan-keputusan kecil yang risikonya juga kecil. Kita bisa melatih anak membuat keputusan sejak dini. Misal anak balita, tanyakan mereka pengen apa buat sarapan, roti atau sereal. Mulai dari dua pilihan sederhana. Rambutnya mau dikuncir atau dikepang? Ini juga melatih ortunya untuk menghargai keputusan anak. Jangan sampai anaknya udah milih, eh ortunya gak setuju.
Begitu anak-anak usia SD, latih membuat keputusan dengan memberi mereka uang saku. Ajari mereka membelanjakan uang. Serius! Kalau nabung sih gampang, nyimpen uang gak perlu diajari. Yang perlu diajari itu cara membelanjakan uang dengan bijaksana. Ini juga menghemat ngotot-ngototan sama anak yang pengen beli mainan. Sejak kecil, anak-anakku kuberi uang saku. Dengan jatah tersebut, mereka bebas mau beli mainan atau printilan apapun. Tentu yang gak berbahaya atau terlarang ya. Jadinya mereka malah eman-eman banget belanja pakai uang sendiri, karena udah kerasa susah dapatnya.
Memberi kuasa pada anak juga akan mengurangi tantrum. Kalau anak dipercaya untuk membuat keputusan, punya kendali atas sesuatu, dia akan cenderung tidak tantrum. Seringnya tantrum ini karena mereka ingin punya kendali atas situasi. Kalau semuanya serba dipilihkan, serba harus manut, anak-anak akan merasa tertekan dan keluarnya jadi tantrum.
Belajar membuat keputusan itu nggak gampang. Mengajarinya apalagi. Aku ingat pernah ngendon di Toy's R Us bandara KL sejam an karena Lil A gak bisa mutusin mainan mana yang akan dia beli pakai uang sakunya. Aku tungguin aja sampai pilihannya mantap. Selama masih ada waktu. Juga ketika bulan lalu Lil A mau belanja hadiah ultah buat temannya. Lama bangeeeeet di toko. Tapi nggak papa, bagi anak usia 10 tahun, itu keputusan besar yang harus dipikirkan masak-masak. Nino sampai selesai baca satu bab buku teks (iya, Pak Doktor kita satu ini bawa buku teks ke Department Store). Setelah Lil A selesai memilih (harganya €5 btw), Nino bilang, "Selamat ya, kamu sudah mengambil keputusan. Milih memang nggak gampang."
Salah satu keputusan Big A yang cukup besar adalah ketika dia membelanjakan uangnya untuk beli tiket konser K Pop di Berlin. Ini uang tabungannya bertahun-tahun. Dia cukup lama memikirkan mau pakai buat beli tiket atau nggak. Ketika rebutan tiket online, dia sudah punya target maksimal yang ikhlas dia keluarkan.
Balik ke urusan dapur tadi, Big A excited banget sama tantangan ini. Dia sendiri sudah sering membayangkan bagaimana kalau hidup ngekos sendiri. Selama ini aku catet resep-resep sederhana di buku tulis, bekal untuk Big A nanti. For this challenge, Big A wants to take it to another level. "Ma, aku mau belanja yang nggak pakai kemasan plastik." Dia memang aktivis lingkungan sih, dua kali ikut demo #klimastreik yang dipelopori Greta Thunberg. "Besok temani aku ke pasar ya, Ma. Jangan belanja di supermarket."
Okeee... Bismillah.
Moga-moga aku gak males untuk mendokumentasikan perjalanan ini.
Frankfurt am Main, 21.06.2019
A.K.

Comments

Popular posts from this blog

Naik Garuda

Resep Diet Mayo 13 Hari

Berbunga-bunga Karena Bunga: Catatan Dua Puluh Tahun Bersama

SISTEM ZONASI SEKOLAH DI JERMAN: Pengalaman Lil A Masuk Gymnasium

ACCEPTANCE