Bagaimana Mengajari Anak Menulis?
Pertanyaan ini menghantui benak saya setelah menerima
surat resmi dari Awe, yang isinya mengajak saya untuk menjadi penulis tamu di
#31harimenulis, dengan tema menjawab pertanyaan (judul) di atas. Saya yang suka
dengan tantangan dan sering ‘telan dulu kunyah belakangan’ langsung menyanggupi
ajakan tersebut. Setelah saya bilang “iya”, baru saya kembali bingung, “Hmm..
iya ya, gimana caranya ya?”
Yang belum kenal dengan saya, mari kita kenalan dulu.
Panggil saja saya Mala, ibu dari dua orang anak, tinggal di Sydney dan
travel-blogger di www.travelingprecils.com. Anak saya yang mbarep, Anindya, 10 tahun, punya blog
sendiri di http://anindyaspointofview.blogspot.com.au.Tulisan-tulisannya dalam
bahasa Inggris karena dia belum lancar menulis dalam bahasa Indonesia.
Kembali ke pertanyaan di atas, saya yang punya ingatan
pendek ini mencoba mewawancarai Anindya. Dia tentu lebih ingat daripada saya,
bagaimana proses dia tertarik dan rajin menulis di blog. “Dulu apa sih yang
membuat kamu rajin menulis di blog?” tanya saya untuk memastikan tulisan saya
ini otentik dan bukan cerita karangan atau motivasional kosong belaka. “Because you said I can have a laptop if I
write regularly,” jawab Anindya, jujur, matter
of fact. Dhuar! Ini mungkin bukan jawaban yang pengen kalian baca.
Jawabannya harusnya, “Aku terinspirasi sama Mama yang rajin menulis di blog.”
Haha, you wish!
Sebelum Anindya mempunyai blog, dia sudah saya dorong
untuk menulis. Awal Desember tahun lalu kami berlibur selama dua minggu di
Tasmania dan Selandia Baru. Waktu itu dia harus bolos sekolah - kalau sekolah
di Indonesia, sebaiknya jangan ditiru :p Sebagai PR karena dia tidak masuk
sekolah, kami wajibkan dia menulis catatan perjalanan setiap hari, ketika
traveling. Gurunya di sekolah saya beritahu dan mendukung tugas ini. Anindya
membawa serta diary-nya untuk menulis
di perjalanan. Di awal-awal perjalanan, dia rajin menulis tanpa diingatkan: di
kursi pesawat, di dalam shuttle bus,
di ruang tunggu bandara, di hotel, dll. Lama-lama semangatnya mengendur dan
mukanya kusut kalau kami ingatkan untuk menulis. Semakin lama, tulisannya
semakin pendek. Sekali menulis hanya dua sampai tiga kalimat, hanya sekedar
menuntaskan tugasnya untuk menulis tiap hari. Ketika jalan-jalan kami usai,
semakin susah lagi menyuruh dia menepati janjinya menulis catatan perjalanan. Sampai
kemudian saya capek mengingatkan dan catatan perjalanan Anindya terbengkalai.
Saya ingat suatu hari tiba-tiba Anindya bertanya, “Can
I have my own laptop when I'm in High School?” Saya jawab sekenanya, “Boleh punya laptop kalo
kamu udah rajin nulis.” Mungkin pertanyaan ini dipicu karena saya menguasai
satu-satunya laptop yang ada di rumah. Atau mungkin dia baru sadar bahwa
menulis dengan komputer bisa lebih cepat daripada menulis dengan tangan.
Esok harinya Anindya meminta saya membuatkan akun
blog. Saya buatkan akun di blogger dan mengajarinya cara posting tulisan,
mengedit tampilan, menyertakan foto dan hal-hal dasar lainnya. Sekarang,
Anindya bisa posting tanpa bantuan saya sama sekali. Ketika mulai nge-blog,
saya berpesan pada Anindya, lebih baik menulis sedikit-sedikit tapi sering,
daripada menulis banyak tapi hanya sekali. Anindya mengerti konsep ini dan bisa
memenggal ceritanya dalam beberapa postingan (misalnya cerita pengalaman
berkemah).
Saya suka tulisan-tulisan Anindya di blog. Bukan
karena saya Ibu-nya :) Menurut saya, untuk anak seumuran dia, tulisannya sudah
berkarakter. Gaya menulisnya juga sudah berkembang daripada ‘hanya’ cerita
narasi di catatan perjalanan yang dia tulis tangan di Diary (saya ketik dan terbitkan
di www.thetravelingprecils.com). Tulisan Anindya sangat jujur, straight forward, kadang pedas dan
meledak-ledak. Kalau sedang menulis narasi (re-count),
Anindya sangat detil penjelasannya. Kalau menulis opini, dia tidak ragu-ragu
dan berani berbeda pendapat dengan orang lain, termasuk dengan orang tuanya
(bahasa gaulnya anti-mainstream?).
Misalnya pendapat Anindya tentang sekolahnya ini: “I
think this is a very nice school, my parents might not agree but this story is MY point of view.”
Dari mana Anindya mendapatkan gaya bahasa yang
dipakainya untuk menulis tersebut? Jawabnya tak lain adalah dari membaca
ratusan buku. Sebelum menjadi penulis, Anindya adalah avid reader, pembaca yang rakus. Belajar menulis memang tidak bisa
dilepaskan dari membaca. Ibarat belajar bicara harus dimulai dengan banyak
mendengar, begitu juga dengan belajar menulis yang membutuhkan bahan baku
kata-kata, hanya bisa diperoleh dengan membaca banyak buku.
Pertanyaannya sekarang: bagaimana membuat anak suka
membaca? Saya sering sekali mendapat pertanyaan seperti ini. Biasanya saya
balik nanya, “Ortunya suka baca buku nggak?” Karena anak kecil biasanya hanya
mengkopi orang tuanya. Sejak kecil, Anindya dan Ayesha hidup dengan buku-buku
bertebaran di setiap sudut rumah, menyaksikan Ayah dan Ibunya membaca setiap
waktu. Kami juga lebih sering membelikan buku daripada mainan atau jajanan. Di
akhir pekan, kami lebih sering main ke toko buku atau perpustakaan daripada ke
Mal. Ketika Anindya belum lancar membaca, usia 5-6 tahun, Ayahnya membacakan
buku-buku klasik per bab sebelum dia tidur, antara lain Pollyanna, The Secret Garden, dan The Wind in The Willows. Tips terakhir agar anak suka membaca, yang
biasanya membuat si penanya mengkeret adalah: matikan TV di rumah!
Kami pernah punya pengalaman dengan TV ini. Ketika
kelas dua SD, Anindya rajin sekali membaca. Dia melahap semua serial Road Dahl
dan Enyd Bliton. Kelas tiga, dia mulai malas membaca dan lebih sering menonton
TV. Ketika mulai naik kelas empat, guru kelasnya bercerita kalau anak-anaknya
hanya menonton TV setiap akhir pekan. Sebagai gantinya, mereka membaca. Kami
terapkan itu di rumah dan memang Anindya kembali rajin membaca. Sekarang, TV
kami jarang menyala, meskipun di akhir pekan. Hanya dinyalakan ketika ingin
menonton DVD atau ketika saya ingin menonton Grand Slam tennis :p
Anindya bisa menghabiskan buku dengan sangat cepat.
Minggu kemarin kami belikan dia buku Diary of A Wimpy Kid, 200-an halaman
langsung habis dalam sekali duduk. Buku-buku serial yang sudah dilahapnya
adalah Harry Potter (7 buku), Narnia (7 buku), The Mysterious Benedict Society
(3 buku), Diary of A Wimpy Kids (7 buku). Angels Unlimited (6 buku) dan serial
buku karangan Andy Griffiths (baru baca 4 buku). Anindya selalu punya bacaan
setiap hari. Kalau tidak ada buku baru, dia akan membaca ulang buku lama (Harry
Potter dibacanya berkali-kali sampai hafal isinya) atau meminjam buku dari
perpustakaan sekolah.
Menurut saya tidak ada resep instan atau formula
khusus agar anak mau dan rajin menulis. Yang bisa kita lakukan sebagai orang
tua adalah membuat anak senang membaca dan berharap dia tertarik untuk
menuliskan ceritanya sendiri. Membaca dan menulis bukan suatu kegiatan yang
bisa dipaksakan pada anak. Iming-iming membelikan laptop juga opsional ya :p Begitu
si anak sudah mau menulis, jangan mengritik atau menertawakan karyanya. Tulisan
Anindya masih ada kesalahan grammarnya, tapi saya biarkan saja. Kalau dia
sedang tidak ada ide menulis, biasanya saya pancing dia dengan bertanya hal-hal
yang aneh-aneh, atau pertanyaan yang membuat dia gusar dan ingin membuktikan
bahwa yang saya bilang salah :D
Menerbitkan karya anak di blog dan dipromosikan lewat
media sosial juga bagus. Anindya tambah semangat ketika tahu yang membaca
tulisannya lumayan banyak dan ada beberapa yang memberi komentar. Namun harus
diperhatikan keamanan anak (di bawah usia 13 tahun) di dunia cyber. Saya tahu
kata sandi akun blog dan email Anindya, dan selalu mengecek komentar atau email
yang masuk, agar bisa langsung melaporkan sebagai spam kalau ada yang tidak wajar.
Saat ini saya sedang berusaha membuat Anindya tertarik
untuk menulis buku (chapter book). Sampai saat ini belum berhasil karena
katanya, “It’s hard, Mommy!” Saya
sudah punya dua tiket talkshow dengan penulis Diary of A Wimpy Kids, Jeff
Kinney, di Opera House dua minggu lagi dalam rangka Sydney Writer’s Festival. Mudah-mudahan
si Jeff Kinney bisa menginspirasi Anindya untuk menuliskan buku pertamanya.
A.K.
Tulisan ini dimuat sebagai penulis tamu di blog #31HariMenulis
http://31harimenulis.blogspot.com.au/2012/05/penulis-tamu-ketiga-31harimenulis.html?m=1
Comments
semoga banyak orangtua yang mendorong anaknya agar suka menulis :)